Panduan Mempelajari Ilmu Nahwu dan Shorof
https://aimihijrah.blogspot.com - Nahwu dan Shorof adalah salah satu ilmu dasar untuk mempelajari bahasa Arab, dan di sini kami akan berbagi Panduan Mempelajari Ilmu Nahwu dan Shorof, semoga bermanfaat.
1.
Apa
kata kunci yang harus diperhatikan dalam rangka menguasai ilmu nahwu dengan
cepat?
“SISTEMATIS” Adalah kata kunci yang harus diperhatikan dalam rangka menguasai ilmu nahwu secara cepat, guru sebagai orang yang mengajarkan harus serius memperhatikan langkah-langkah penyampaian materinya, karna jika mengabaikan kata kunci ini maka akan berdampak pada lambatnya penguasaan ilmu nahwu, contoh “jika sang guru ingin mengajarkan bab mubtada-khobar, maka sang murid harus mengerti dulu tentang bab mudzakar-muannastnya, mutsanna-jama’nya, ma’rifah-nakirohnya, karna pembahasan tentang mubtada-khobar pastikan akan bersinggungan dengan 3 hal tersebut.
2.
Apa
yang dimaksud dengan sistematis dalam mengajarkan atau mempelajari materi ilmu nahwu?
Ada banyak penjelasan yang dapat diajukan untuk mengurai makna
sistematis dalam mengajarkan atau mempelajari ilmu nahwu, antara lain:
1.
“SISTEMATIS”
dapat diterjemahkan dengan: materi tentang kalimat/kata (isim, fi’il, huruf)
baik terkait dengan definisi, ciri-ciri dan pembagiannya harus diajarkan
terlebih dahulu secara tuntas sebelum mempelajari materi tentang ‘irob, baik
terkait dengan definisi, macam, jenis, marfu’atul asma, mansubatulasma,
majrurotul asma, harus terlebih dahulu dikuasai secara tuntas sebelum masuk
pada pembahasan jumlah, mengabaikan urutan materi sebagaimana diatas berarti
tidak sistematis.
2.
“SISTEMATIS”
dapat juga diterjemahkan dengan:
Materi prasyarat harus diajarkan terlebih dahulu sebelum masuk pada materi inti, tidak mengajarkan materi prasyarat terlebih dahulu berarti tidak sistematis.
3.
Apa yang
dimaksud dengan “materi prasyarat” dan “materi inti”?
Materi prasyarat adalah materi yang harus dikuasai
sebelum masuk pada meteri inti karena ia berfungsi sebagai dasar dari
materi inti.
Materi inti yang tidak didasari dengan materi prasyarat akan menjadikan
target pencapaian menjadi terkendala.
MATERI PRASYARAT :
·
Pembagian
jumlah
·
Pembagian
kalimat
·
Unsur kalimat
·
Pembagian
isim
·
Pembagian
fi’il
·
Pembagian
huruf
·
Isim mufrod,
mustanna, jama’
·
Muannast,
mudzakar
·
Ma’rifat,
nakiroh
·
Pembagian
ma’rifah
·
Idhofah
·
Pembagian
idhofah
·
Syarat
idhofah
·
Isim sifat
·
Pembagian
isim sifat
·
Isim fa’il
·
Isim maf’ul
·
Sifat
mushabbahah bi’ismil fail
·
Shighoh
mubalaghoh
·
Isim isyaroh
·
Isim maushul
·
Isim mangqus,
isim maqsur
·
Isim tafdhil
·
Isim ‘adad
·
Ma’mul dan
‘amil
·
Mu’rob dan
mabni
·
Isim dhomir
·
Pembagian
isim dhomir
MATERI
INTI:
·
Tanda i’rob
·
Pembagian
i’rob
·
Pembagian marfu’atul
asma
·
Mubtada-khobar
·
Musawighot khobar
muqoddam
·
Fail
·
Naibul fa’il
·
Isim kaana wa
akhwatuha
·
Khobar inna
wa akhwatuha
·
Tawabi’ marfu’aat
·
Pembagian
mansubatul asma
·
Maf’ul bih
·
Maf’ul li
ajlih
·
Maf’ul mutlaq
·
Maf’ul ma’ah
·
Maf’ul fiih
·
Mustastna
·
Isim Inna wa
akhwatuha
·
Khobar Kaana
wa akhwatuha
·
Isim La
linafyil jinsi
·
Hal
·
Tamyiz
·
Munada
·
Tawabi’
manshuubat
·
Pembagian
majrurotul asma
·
Majrur bi
hurf jar
·
Majrur bil
idhofah
·
Tawabi’
majruurot
·
Macam-macam
tawabi
·
Pembagian
Badal
·
Pembagian
Na’at
·
Pembagian
Tauqid
·
Pembagian
‘Athof
MATERI
MUHIMMAH
·
Al-asma
al-amilah ‘amalal fi’li
·
Jumlah laha
mahalun minal i’rob
·
Jumlah la
mahalla laha minal i’rob
·
I’malul
masdar
·
Al-asmaul
khomsah
·
Tanwin ‘iwad
·
Ta marbuthoh
·
Pembagian
fungsi man
·
Pembagian
fungsi ma
·
Pembagian
fungsi lau
·
Tentang
variasi kemungkinan bacaan yang dimiliki oleh lafadz In
·
Pembagian
fungsi ن
·
Tentang huruf
la yang masuk pada kalimah isim, fi’il, huruf
·
Tentang
syarat
·
Tentang
konsep حيث
·
Tentang
konsep قبل dan بعد
·
Tentang
konsep نعم dan بئسى
·
Tentang
pembagian fungsi كم
· Tentang pembagian tasyrif pada 22 wazan beserta fawaid dan fungsinya
4.
Bagaimana
bentuk aplikasinya?
Materi tentang fa’il termasuk materi inti, maka
materi prasyarat yang harus dikuasai sebelum membahas masalah fa’il adalah bab
fi’il ma’lum dan fi’il majhul, peserta didik tidak akan bisa membedakan antara
fa’il dan naibul fa’il jika peserta didik tidak diajarkan dulu konsep fi’il
ma’lum dan majhul, karna isim yang jatuh stelah fi’il harus dibaca rofa’ baik
berupa fa’il atau pun naibul fa’il, tergantung kondisinya jika yang jatuh
sebelumnya adalah fi’il ma’lum maka stelahnya adalah fa’il sedangkan jika yang
jatuh sebelumnya adalah fi’il majhul maka setelahnya adalah naibul fa’il.
Materi tentang mubtada termasuk materi inti,
maka materi prasyarat yang harus dikuasai oleh peserta didik adalah bab
ma’rifah-nakiroh, mufrod-tasniyah-jama’, mudzakar-muannast. Karna mubtada harus
berupa isim ma’rifah, sedangkan isim nakiroh tidak bisa menjadi mubtada
terkecuali ada musawighot, ditambah lagi antara mufrod-tasniyah-jama’nya, mudzakar-muannastnya
juga harus berkesesuaian dengan khobarnya.
Materi na’at dan man’ut termasuk dalam katagori
materi inti, materi prasyarat yang harus dikuasai oleh peserta didik adalah bab
ma’rifah-nakiroh, mufrod-tasniyah-jama’, mudzakar-muannast, dan isim sifat.
Karna yang menjadi na’at harus berupa isim sifat, yang memiliki kesesuaian
antara na’at dengan man’utnya dalam hal nakiroh-ma’rifahnya,
muannast-mudzakarnya, mufrod-tasniyah-jama’nya.
Itulah pentingnya mendahulukan penguasaan materi prasyarat sebelum memasuki materi inti.
5.
Bagaimana
tahapan belajar ilmu nahwu?
Ada 3 tahapan yang pasti akan dilalui oleh setiap peserta didik dalam
mempelajari ilmu nahwu:
·
الحفظ (menghafal)
Materi nahwu memang
sangat banyak namun terbatas, oleh sebab itu memungkinkan untuk dihafal sang
murid dengan alokasi waktu 1 jam perhari insyaalloh selesai dalam kurun waktu 1
tahun, pada tahapan ini sang murid akan merasakan fase kurangnya memahami
materi yang dihafalnya, realita semacam ini merupakan sisi kewajaran karena
memahami baca kitab membutuhkan proses yang cukup panjang.
·
الفهم (memahami)
Setelah sang murid
menyelesaikan fase alhifdzu, maka masuklah pada tahapan berikutnya yaitu memahami
bisa dengan 2 cara:
1.
Dengan
mengajarkannya kepada peserta baru, sesuai kaidah santri dipesantren “lek awak
mu kepengen faham ngajaro”.
2.
Dengan cara
menunjukan aplikasinya didalam teks arab, baik yang berharokat maupun yang
kitab gundulan, hal ini dilakukan oleh tutor kepada peserta didik dengan
menanyakan kedudukan kalimat yang dibacanya, kemudian sang tutor meluruskan dan
memberikan keterangannya, hal ini dilakukan ditahun kedua.
·
التطبق (menerapkan)
Hal ini dilakukan secara serius disaat peserta didik dianggap sudah hafal dan faham semua materi yang telah diajarkan, tahapan ini adalah tahapan dimana peserta didik dipaksa untuk mampu menerapkan materi ilmu nahwu kepada mufrodzat yang telah dihafalnya, hal ini dilakukan dengan cara sang peserta didik membacanya dan menganalisanya sendiri terkait “apa ‘irobnya, apa tandanya, kenapa penyebabnya, apa maksud pemahamannya”, peserta harus selalu berdampingan dengan kamus.
6.
Apa
hal lain yang perlu diperhatikan dalam rangka mengusai ilmu nahwu?
Hal yang perlu diperhatikan dalam rangka menguasai ilmu nahwu adalah melakukan evaluasi dan klarifikasi, apakah materi yang sudah saya hafal masih ada dibenak atau sudah lupa?, evaluasi dilakukan dengan mengajukan pertanyaan terkait materi-materi yang sudah diajarkan, setidaknya dilakukan setiap seminggu sekali dan sangat baik bila dilakukan setiap hari, keteledoran sang guru dalam mengevaluasi hafalan muridnya akan berdampak seringkali yang dikuasai hanya tinggal materi terakhir saja, sedangkan materi awal yang dulu diajarkan dilupakannya begitu saja.
7.
Bagaimana
pandangan anda tentang ilmu shorof?
Bagi seorang pemula, ilmu shorof nampaknya lebih banyak mengarah pada keterampilan dibandingkan pada kemampuan, oleh sebab itu semakin sering diulang, maka semakin besar peluangnya untuk memiliki keterampilan mentasyrif, karna ilmu shorof lebih mengarah pada keterampilan bukan kemampuan, maka anak kecil pun memungkinkan untuk mampu mentasyrif fi’il.
8.
Kapan
peserta didik dianggap menguasai ilmu shorof?
Dianggap menguasai ilmu shorof:
·
Terampil
mentasyrif dengan tasyrif istilahi
·
Terampil
mentasyrif dengan tasyrif lughowi
· Memahami dan mengerti fungsi shighot dan fawaidul ma’na
9.
Apa
yang harus diperhatikan dalam rangka belajar mentasrif fi’il dengan tasrif
istilahi dan tasrif lughowi?
Harus lebih mengutamakan fi’il yang mazid dibandingkan dengan fi’il
yang mujarod, fi’il mujarod hanya cukup dikenalkan dan dipelajari karakternya,
fi’il mujarod tidak perlu dibebankan untuk dihafalkan oleh peserta didik.
Penekanan hafalan secara ekstrim difokuskan pada fi’il mazid, baik
berupa tambahan bi harfi, biharfaini, bi tsalasatu ahrufin.
Hal ini dikarnakan mengingat sifat dasar dari fi’il mujarod adalah sama’i, yang tidak memungkinkan menjadikan wazan sebagai panduan untuk mentasyrif mauzun, sementara sifat dasar dari fi’il mazid adalah qiyasi yang memungkinkan untuk menjadikan wazan sebagai panduan untuk mentasyrif mauzun.
10.
Apa
yang dimaskud dengan tahapan “Ta’wid”?
Yang dimaksud tahapan ta’wid adalah tahapan pembiasaan, maksudnya setiap peserta yang baru saja mengenal tasyrif tidak diwajibkan untuk menghafalkan tasyrif, mereka hanya diwajibkan untuk mengikuti bacaan dengan lantang, kurang lebih selama 15 menit sebelum materi nahwu disampaikan, hal ini apabila dilaksanakan selama 2-3 bulan maka peserta didik mereka akan terbiasa mentasyrif baik yang berupa istilahi maupun lughowi.
11.
Apa
yang dimaksud dengan tahapan “Tahfidz”?
Pada tahapan ini para peserta didik mulai menghafal wazan yang setiap hari dibaca bersama pada fase sebelumnya, tahapan ini tidak terlalu memakan waktu lama karena para peserta sudah terbiasa melafadzkannya difase ta’wid.
12.
Apa
yang dimaksud dengan tahapan “Tadrib”?
Setelah melawati tahapan membiasakan kemudian menghafal, maka pada tahapan ini para peserta didik diwajibkan untuk terbiasa melatih kemampuan qiyasinya dalam mentasyrif setiap fi’il pada setiap wazan yang sesuai, atau menguji kesesuaian sighot pada wazan yang dipilih oleh penguji.
13.
Apa
hal lain yang perlu diperhatikan dalam rangka belajar tasrif?
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah konsep tentang wazan, wazan
tidak boleh dibatasi pada wazan فعل saja, waazan secara
aplikatif harus dikembangkan pada fi’il-fi’il yang mewakili bina , baik yang
berupa bina Salim, Mudho’af, Mahmuz, Mitsal, Ajwaf, Naqish, Lafif.[1]
[1] KH.Dr. Abdul Harist M,Ag. Buku Tanya-Jawab Nahwu-Shorof, Metode
Al-Bidayah Jember, Edisi Revisi.
Post a Comment for "Panduan Mempelajari Ilmu Nahwu dan Shorof"